( Fishew) METABOLISME PADA CACING dan TIKUS

     metabolisme cacing dan Tikus

Metabolime cacing

Annelida : Pengertian, Ciri, Cara Hidup, Klasifikasi, Jenis

Metabolisme pada cacing dengan 4 perlakuan tanah ; tanah merah, tanah kandang, tanah ladang dan tanah pasir. Kita ketahui bahwasanya pada setiap tanah memiliki unsur dan zat yang berbeda.  Protein tersusun dari unsur karbon, nitrogen, oksigen, dan hidrogen, yang berfungsi dalam pertumbuhan jaringan baru, memperbaiki jaringan yang rusak, metabolisme untuk energi dan produksi (Anggorodi 1994). Energi Metabolis (ME) dipakai untuk mengkonversi kebutuhan energi harian terhadap jumlah pakan yang dibutuhkan untuk mensuplai energi baik secara individu maupun populasi. Energi metabolis semu biasa digunakan untuk mengukur energi metabolisme pada mencit, hal ini disebabkan karena tidak memungkinkan pemisahan energi yang diekskresikan burung menjadi energi feses dan urin dengan energi feses dan urin yang bukan berasal dari pakan (Miller & Reinecke 1984).  

            Kecernaan dapat diartikan banyaknya zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh (Tillman et al. 1991). Zat makanan yang terdapat dalam feses adalah makanan yang tidak tercerna dan tidak diperlukan kembali. Kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin pakan, defisiensi nutrien, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan pakan, dan gangguan pencernaan. Selain itu, daya cerna juga dipengaruhi komposisi pakan, perbandingan zat makanan dalam pakan, jenis kelamin, dan strain(Rini dan Sari, 2015). Kecernaan protein tergantung pada protein yang dikandung dalam pakan. Pakan dengan kandungan protein rendah akan memiliki kecernaan protein yang rendah, dan sebaliknya (Tillman et al. 1991). Muchtadi (1989) dalam Rini dan sari (2005). melaporkan bahwa protein yang mudah dicerna menunjukkan tingginya jumlah asam-asam amino yang dapat diserap oleh tubuh.

            Pada tanah merah dan tanah pasir sangat dikit menyimpan air, sehingga unsur-unsur didalamnya sedikit, menyebabkan cacing-cacing ada mati sedangkan ada tanah kandang memiliki banyak unsur-unsur ada sisa kotoran


hewan. Pada kotoran didudaga banyak unusr-unsur protein sehingga cacing-cacing tersebut berkembang dengan baik. Kecernaan protein dipengaruhi pula oleh serat kasar pada pakan. Serat yang tinggi menyebabkan laju digesta menjadi lebih cepat. Hal ini mengakibatkan proses pencernaan menjadi lebih singkat, sehingga enzim pencernaan memiliki waktu yang singkat untuk mendegradasi nutrisi secara menyeluruh. Akibatnya, kecernaan protein pun ikut menurun (Tillman et al. 1991).

Metabolism pada tikus


Mula-mula kita siapkan mencit dengan perlakuan beda pakan. Sebelum dimulai pengamatan mencit diberi puasa selama 2 hari. Kemudian dimulai untuk memberi makan dengan pakan yang berbeda. Antara pur dan beras, diketahui bahwasanya pur dan beras memiliki unsur protein, nutrisi yang berbeda dan memiliki hasil eneri yang berbeda-beda dari ke-2 pakan tersebut. Energi yang terkandung pada serealia, seperti jagung dan oat, untuk proses metabolismenya (AME) sangat bervariasi dan bergantung pada energi yang terkandung pada pakan, kebutuhan mencit itu sendiri, dan konsentrasi antinutrien yang terkandung dalam pakan (Scott et al. 1999). Menurut Scott et al. (1999) hubungan antara AME dalam pakan terhadap performa mencit bergantung kepada banyak faktor seperti tingkat konsumsi, interaksi nutrisi yang terkandung, faktor genetik mencit ,dan lingkungan.

Fakta Menarik dan Unik tentang Tikus yang Perlu Anda Ketahui

            Pada pemberian akan beras, bisa dikatakan kurang diminati oleh mencit, dibandingkan dengan pur. Dari berat feses antara kedua pakan berbeda, 3992 gr ( pakan pur ), 777gr ( beras ). Bahri dan Rusdi (2008) menambahkan serat kasar yang tinggi akan sulit dicerna dan menyebabkan zat makanan ikut keluar dalam ekskreta. Rendahnya nilai efisiensi metabolik dikaitkan dengan tingginya kadar lemak pakan, rendahnya kadar air, dan juga tingginya kandungan serat. Selain itu, jumlah, warna dan kekentalan ekskreta yang dikeluarkan juga menjadi indikator tinggi rendahnya efisiensi metabolik pakan (Sari dan Rachmatika, 2014).

            Perbedaan pencernaan terjadi terutama karena pengaruh kondisi pakan yang dikonsumsi mencit, terutama kandungan nutrisinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat konsumsi konsentrat maka tingkat kecernaan bahan kering ransum akan semakin tinggi (Sianipar et al. 2005). Menunjukkan  bahwa penecrnaan akan semakin tinggi bila kandungan nutrisi pakan yang dikonsumsi semakin tinggi.

            Air dalam tubuh memiliki fungsi sebagai pengatur suhu tubuh, karena air dapat menyerap panas yang dihasilkan dari metabolisme tubuh. Untuk mengeluarkan panas tubuh tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya adalah pembuangan air melalui saluran pencernaan, melalui kulit serta melalui pernapasan (Rakhmadi and Siagian 2009). Konsumsi air minum yang banyak menyebabkan urin yang terbuang dengan kandungan nitrogen dan urea tinggi. Kelembaban kandang yang tinggi (82,86%) menyebabkan uap air dalam tubuh yang membawa panas tubuh tidak dapat diserap udara melalui keringat. Oleh karena itu, mencit akan mengeluarkan panas dalam tubuhnya melalui saluran pencernaan yaitu urin dan feses. Sejumlah air yang hilang dalam tubuh harus diganti dengan cara mengkonsumsi air minum dalam jumlah yang banyak, sehingga jumlah urin semakin tinggi. Mencit akan semakin banyak bergerak sehingga cairan didalam tubuhnya akan berkurang pula. Oleh karena itu, untuk mengganti cairan tubuh yang hilang tersebut, maka mencit banyak mengkonsumsi air minum sehingga mengurangi konsumsi pakan (Rakhmadi and Siagian 2009)

 

 

Sumber

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta.

Bahri, S. & Rusdi. 2008. Evaluasi Energi Metabolis Pakan Lokal pada Ayam Petelur. J Agroland. 15(1)75-78.

Miller, MR. & KJ. Reinecke. 1984. Proper Expression of Metabolizable Energy in Avian Energetics. The Condor . 86: 396-400.

Scott, TA., FG. Silversides, HL. Classen, ML. Swift, & MR. Bedford. 1999. Prediction of the Performance of Broiler Chicks from Apparent Metabolizable Energy and Protein Digestibility Values Obtained Using A Broiler Chick Bioassay. Can. J. Anim. Sci. 79(1): 59-64.

Rini Rachmatika dan Andri Permata Sari. 2015. “Kemampuan Cerna Protein Dan Energi Metabolisme Perkici Pelangi Trichoglossus Haematodus.” jurnal biologi indonesia 11(2): 253–58.

Rakhmadi, I, and H C H Siregar P H Siagian. 2009. “Alas Kandang Sekam , Pasir Dan Zeolit Dengan Dan Tanpa Sekat Alas.” Jurnal Zeolit Indonesia Vol 8(2): 53–65.

Sari, Andri, and Rini Rachmatika. 2014. “Energi Metabolis Semu Dan Efisiensi Metabolik Pada Serindit Sumatera (Loriculus Galgulus L., 1758).” 10(1): 11–16.

Sari, Rini Rachmatika dan Andri Permata. 2015. “Kemampuan Cerna Protein Dan Energi Metabolisme Perkici Pelangi Trichoglossus Haematodus.” jurnal biologi indonesia 11(2): 253–58.

Sianipar, Junjungan, Aron Batubara, Setel Karokaro, and P Ginting Simon. 2005. “Nutrition Efficiency for Costa, Gembrong and Kacang Goats.” Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner: 630–36. http://digilib.litbang.deptan.go.id/repository/index.php/repository/download/6196/6067.

 Tillman, AD, H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo & S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan kelima. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.


Post a Comment

Post a Comment (0)

Previous Post Next Post